@misc{UlasanArtikelJurnalPengembanganKurikulumCurriculumDevelopment, author = {Hengki Wijaya}, title = {Ulasan Artikel Jurnal Pengembangan Kurikulum (Curriculum Development)}, publisher = {Sekolah Tinggi Theologia Jaffray}, day = {22}, month = {3}, year = {2018}, abstract = {Tulisan ini membahas pengalaman pengembangan kurikulum berbasis sekolah (School-Basic Curriculum Development-SBCD) di Hong Kong. Secara tradisional, perubahan kurikulum di Hong Kong biasanya birokratis dengan tindakan pengawas dipantau. Studi kasus kualitatif ini menyelidiki pengalaman hidup dari praktik SBCD. Wawancara semi terstruktur digunakan untuk menguji persepsi guru terhadap reflektif pengalaman SBCD di sekolah mereka dan adaptasi apa yang mereka buat saat memberikan materi berbasis sekolah. Temuan ini menunjukkan bahwa semua guru memiliki sikap positif terhadap pendekatan reflektif ini terhadap SBCD dan menekankan seni praktik mengajar mereka. Guru juga menerapkan kebijaksanaan dalam menanggapi tingkat dan minat siswa mereka saat menerapkan kurikulum berbasis sekolah di tingkat kelas. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pendekatan reflektif terhadap perencanaan kurikulum dengan implementasi bottom-up dapat memberdayakan guru yang mencerminkan kreativitas, seni, pengetahuan subjek dan keterkaitannya dengan pedagogi, dan pengetahuan siswa mereka. Temuan studi kasus ini sangat kontras dengan penelitian sebelumnya yang berkaitan ke program SBCD yang dipimpin pemerintah Hong Kong yang lebih fokus pada pemenuhan persyaratan kurikulum yang dimaksud daripada pada personalisasi kurikulum untuk memenuhi kebutuhan siswa (Yuen, Boulton, and Byrom, 2018). A. Poin-poin penting dalam tulisan ini 1. Konteks sejarah School-Based Curriculum Development (SBCD) Sistem guruan Hong Kong telah dikritik sangat terpusat. Tindakan guru sangat dipengaruhi apa yang diharapkan oleh pemerintah, orang tua, dan sekolah di tahun 1980 (Dickson dan Cumming 1996; Morris 1997). Para guru dipandang sebagai teknisi yang bertugas mengirimkan pengetahuan berdasarkan kurikulum yang dimaksud tanpa banyak taggapan berbeda siswa. Sebuah pernyataan dari Departemen Guruan Hong Kong (1992) mengakui kebutuhan untuk mendorong Bschools untuk mempelajari dan mengidentifikasi kebutuhan dan pengembangan khusus mereka sendiri. Kurikulum untuk melayani mereka (dikutip di Morris dan Adamson 2010, 30). Hal ini diikuti oleh beberapa inisiatif di akhir tahun 1990an yang ditujukan untuk memenuhi kurikulum berbasis pelajar, kurikulum berbasis}, }